Inaya Kayan menggelar Feminist Leader Camp 2025 di Desa Long Pelban, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, pada 4–6 April 2025. Mengangkat tema “Membangun Kepemimpinan Perempuan Akar Rumput dan Keadilan Iklim Berbasis Komunitas”, kegiatan ini menjadi ruang pertemuan dan pembelajaran bagi 17 perempuan muda dari berbagai komunitas lokal.
Selama tiga hari, para peserta mengikuti berbagai sesi interaktif, reflektif, serta pembelajaran langsung bersama perempuan adat dari komunitas Uma’ Kulit. Mereka mendalami keterkaitan antara tubuh perempuan, pengetahuan lokal, dan krisis ekologi yang terus berkembang. Kamp ini tidak hanya memperkuat kapasitas kepemimpinan, tetapi juga menjadi tempat aman untuk berbagi pengalaman dan membangun solidaritas.
Salah satu agenda utama dalam kamp ini adalah pemaparan hasil riset Feminist Participatory Action Research (FPAR) yang dilakukan bersama perempuan Desa Long Pelban. Riset ini menyoroti dampak proyek pembangunan besar seperti PLTA Kayan 9 GW terhadap kehidupan perempuan dan komunitas mereka. Hasilnya dikemas dalam dialog terbuka dan media visual partisipatif, menghadirkan pengetahuan sebagai kekuatan kolektif untuk perubahan.
“Feminist Leader Camp ini bukan semata soal transfer pengetahuan, tapi soal menciptakan ruang bersama yang aman, saling menguatkan, dan membangun keberanian untuk memimpin,” ujar Jannah, Koordinator Pelaksana kegiatan.
Ia menambahkan bahwa lokasi pelaksanaan di Long Pelban dipilih secara khusus karena relevansinya dengan tema kegiatan. Desa yang terletak di hulu Sungai Kayan ini menghadapi tantangan infrastruktur yang cukup berat akses listrik terbatas, sinyal komunikasi minim, dan transportasi hanya bisa dijangkau lewat speedboat selama sekitar empat jam.
“Kondisi ini mencerminkan ketimpangan pembangunan yang masih dialami banyak komunitas adat di pedalaman, terutama oleh perempuan,” jelas Jannah.
Namun di balik tantangan tersebut, Long Pelban juga menyimpan kekuatan kolektif perempuan dalam menjaga keseimbangan alam dan menghidupi tradisi. Perempuan dari berbagai generasi aktif merawat pengetahuan turun-temurun, mengelola sumber daya alam secara bijak, dan menjaga solidaritas sosial.
“Di sini kami belajar bahwa kepemimpinan lahir dari pengalaman sehari-hari, dari hubungan yang intim dengan alam, dan dari keberanian untuk mempertanyakan ketidakadilan yang dialami,” lanjut Jannah.
Feminist Leader Camp 2025 merupakan hasil kolaborasi Inaya Kayan bersama FAMM Indonesia dan YAPPIKA-ActionAid. Kegiatan ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang membangun ekosistem kepemimpinan perempuan akar rumput di Kalimantan Utara yang berpihak pada keadilan iklim.
“Dengan pendekatan berbasis komunitas, riset partisipatif, dan penghargaan terhadap kearifan lokal, kami percaya bahwa keadilan iklim tidak akan tercapai tanpa perempuan—khususnya perempuan muda sebagai pemimpin, pengambil keputusan, dan penjaga masa depan,” tutup Jannah.
Publisher : Darius Tarigan
Tidak ada komentar
Posting Komentar