XR Kapuas bersama sejumlah organisasi mahasiswa dan pemuda Kalimantan Barat menggelar diskusi publik bertajuk “Rekonstruksi Gerakan Mahasiswa dan Pemuda: Transisi Energi dan Masa Depan Kalbar – PLTN untuk Siapa?” di Kopitiam ½, Jalan Sepakat 2, Kota Pontianak, Minggu (21/9/2025) malam. Kegiatan yang berlangsung pukul 18.30-21.00 WIB ini dihadiri sekitar 50 peserta dari kampus, komunitas lingkungan, dan organisasi sosial.
Empat narasumber yang hadir, yakni M. Hermayani Putera (Majelis LH PW Muhammadiyah Kalbar), Sulthan Daulad Akbar (SOLMADAPAR), Syarif Falmuriandi Tri Saris (HIMAKATRA), dan Andi Fachrizal (Yayasan Kolase), dengan Taufik Sirajuddin, S.PWK sebagai moderator. Menurut panitia, Firman Syah, forum ini digelar untuk merespons krisis iklim dan wacana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kalimantan Barat.
“Forum ini diharapkan menjadi ruang refleksi sekaligus konsolidasi agar gerakan sosial-ekologis mahasiswa-pemuda di Kalimantan Barat lebih terorganisir, berani, dan mampu menolak kebijakan yang mengancam keadilan ekologis,” ungkap Firman.
Diskusi berlangsung interaktif melalui paparan kritis, tanya jawab, hingga perumusan gagasan kolektif. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya forum berkelanjutan, rekomendasi sikap kritis terhadap isu PLTN, serta jejaring kolaborasi lintas organisasi.
Hermayani menilai Kalimantan Barat memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah seperti surya, biomassa, dan tenaga air, namun justru opsi nuklir yang dipaksakan. Ia menekankan tiga aspek penting: keadilan sosial, keselamatan ekologis, dan alternatif energi lokal. “Mengapa memilih jalan penuh risiko ketika ada pilihan energi yang lebih aman?” ujarnya.
Sulthan menyoroti pentingnya konsolidasi pemuda agar isu PLTN menjadi titik temu gerakan kolektif. Syarif mengingatkan risiko politik jika mahasiswa apatis. Sementara Andi Fachrizal menegaskan perlunya keberanian mahasiswa menolak kebijakan eksploitatif, mengingat sejarah peran mahasiswa dalam perubahan sosial.
Diskusi menyimpulkan bahwa penolakan terhadap PLTN bukan sekadar persoalan teknologi energi, melainkan juga perjuangan demokrasi, keadilan ekologis, dan masa depan Kalimantan Barat. Gerakan mahasiswa-pemuda didorong untuk merekonstruksi perannya sebagai kekuatan moral-politik menghadapi krisis iklim.
“Draw the Line” adalah gerakan aksi global yang menyerukan garis tegas terhadap krisis iklim. Melalui aksi kreatif di berbagai daerah, masyarakat menuntut transisi energi bersih, penghentian energi fosil, serta keadilan sosial-ekologis. Gerakan ini menjadi suara kolektif dunia, termasuk Indonesia, untuk berkata cukup pada perusakan bumi dan bergerak menuju masa depan berkelanjutan.
Sumber : Izhar
Publisher : Aprilia Tika Anggitia
Tidak ada komentar
Posting Komentar